warta update
Kawasan Tradisional Lamalera, berada di kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menampilkan kekayaan budaya serta sejarah yang sangat mengesankan.
Lamalera pun memiliki bermacam-macam tempat arkeologi yang merupakan bukti sunyi perkembangan sejarah warganya.
Karakteristik arkeologis desa ini ditandai oleh partisipasi aktif warga setempat dalam menjaga dan mengkaji benda-benda purbakala yang mereka temukan.
Di Lamalera, arkeologi bukan hanya dikerjakan oleh para ahli, tapi juga menggabungkan pengetahuan tradisional yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Mengalami Kesunyian Bulan Suci Ramadan di Desa Tradisional Mahmud, Tempat Wisata Ibadah Hijau
Kegiatan arkeologi di tempat ini cenderung bekerja sama, menyatukan penelitian saintifik dengan aspek-aspek budaya setempat yang kuat.
Arkeolog bersama dengan masyarakat lokal bergabung dalam upaya penggalian dan pelestarian beragam artefak historis, termasuk peralatan tradisional serta sisa-sisa purbakala yang terdapat di area desa tersebut.
Secara administratif, Kampung Adat Lamalera terletak di Desa Lamalera, Kecamatan Lamalera, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lamalera adalah sebuah desa yang terletak di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, dan populer diketahui sebagai kampung para pemburu ikan paus.
Lihat Keunikan Budaya Desa Tradisional Kuta di Tambaksari, Ciamis, Jawa Barat, Pengalaman Pendidikan yang Menyenangkan
Tradisi berburu ikan paus di kampung ini telah terjadi sejak zaman abad ke-17.
Paus, yang lokal disebut Baleo, bisa muncul di mana saja sepanjang tahun, tetapi tidak semua paus ditangkap oleh penduduk Lamalera.
Kegiatan memburu ikan paus menggunakan alat-alat tradisional seperti peledang (perahu layar tanpa motor), dan tempuling (jarum panjang dari bambu dengan ujung kait besi) yang digunakan untuk menusuk paus.
Peledangan dilakukan tanpa mesin, tetapi dengan sekelompok nakhoda atau penrowong.
Di dalam sebuah peledak terdapat 4 hingga 6 matros yang dikendalikan oleh seorang Lamafa atau juru tikam.
Berwisata ke Kampung Tradisional Waru Wora di Desa Patiala Bawa, Lamboya, Sumba Barat, NTT
Warga Lamalera memiliki periode penangkapan ikan yang disebut sebagai musim Lewa.
Setiap tahun acaranya digelar di Bulan Mei.
Selama musim Lewa, penduduk Lamalera bukan saja memburu ikan paus, namun juga ikannya pari serta lumba-lumba.
Walaupun begitu, tangkapan ikan selama musim Lewa ini tidak terjadi secara masif, dan daging ikan tersebut biasanya dimakan sendiri atau ditukar dengan barang-barang makanan lainnya.
Sebelum memulai perburuan, ritual tradisional Tobo Nama Fata (upacara pemecahan perselisihan antar klan dan penguasa lahan sebelum berburu ikan paus) harus dipenuhi terlebih dahulu. Ritual ini disebut Ie Gerek dan biasanya digelar di atas batu ikan paus oleh sang kepala desa dari Suku Langowujo. Acara rutin ini jadwalnya ditetapkan pada tanggal 29 April tiap tahunnya.
Lalu pada tanggal 1 Mei tiap tahun diadakan misa levar sebagai bagian dari kebiasaan agama Katolik untuk berdoa meminta berkat Tuhan mengenai musim levari yang bakal dimulai sejak 2 Mei hingga 30 September setiap tahunnya.
7 Destinasi Wisata di Nias, Terdapat Desa Adat sebagai Lokasi Pementasan Tradisi Loncat Batang Batu Raya
Tidak seluruh paus dapat ditangkap. Sebagai contoh, paus biru yang memiliki nama Latin Balaenoptera Musculus.
Jenis paus ini sebaiknya tidak dipanen, terutama untuk melestarikan spesies ikan besar yang jarang ditemui tersebut. Menurut mitos Legenda Lamalera, paus biru dihargai karena konon telah menyelamatkan pulau Lembata pada suatu waktu.
Lamalera mengadakan pasar tukar-menukar satu kali dalam seminggu.
Di tempat ini, penduduk desa Lamalera dapat bertukar gading ikan mereka dengan berbagai jenis makanan pokok lainnya.
Sepotong daging ikan paus contohnya, dapat di tukar dengan 15 batang jagung atau sekawanan pisang.
Berdasarkan penelitian oleh para ahli dari Australia, yaitu Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona, diketahui bahwa masyarakat Lampalero berasal dari berbagai grup komunitas kerabat suku dan klan, dan tidak merupakan penduduk asli Pulau Lembata.
Desa Sade dan 5 Desa Tradisional Unik di Lombok Yang Wajib dikunjungi Saat Weekend Berlibur
Asal-usul masyarakat Lembata bisa ditelusuri melalui barang-barang bersejarah dan lagu rakyat (folklora) yang telah dilestarikan dan diteruskan dari satu generasi ke generasi lain sampai saat ini.
Pada lagu bernama Lia asa usu (lagu tentang asal-usul) yang dinyanyikan dalam perayaan adat kerajaan tersebut.
Syair ini menceritakan petualangan leluhur-leluhur suku asli di Lamalera yang dimulai di daerah Luwuk sampai mereka tiba di bagian selatan Pulau Lembata dan akhirnya mendirikan tempat tinggal di sana.
Sebelum tiba di Pulau Lembata, rombongan mengikuti jejak armada Patih Gajah Mada yang berlayar menuju perairan Halmahera, hingga mencapai Irian Barat. Setelah itu, mereka membelok ke selatan dengan singgah di beberapa tempat seperti Pulau Seram, Pulau Grom, kemudian melanjutkan petualangan mereka ke Ambon, Kepulauan Timor sebelum akhirnya merapat di Pulau Lembata.
Berdasarkan bukti tersebut juga bisa ditelusuri bahwa masyarakat Lamalera berasal dari Luwuk, Sulawesi Selatan.
Pemindahan mereka dari wilayah Sulawesi Selatan disebabkan oleh serangan konklusif kerajaan-kerajaan di sana saat direbut oleh Kerajaan Majapahit pada masa kekuasan Hayam Wuruk dan Gajah Mada.
Grup yang berpindahlah yang kemudian berkembang menjadi asal-usul dari komunitas kelima marga atau suku orang Lamalera, yakni Marga Batona, Blikolollo, Lamanundek, Tanakrofa, dan Lefotuka.
Setelah menetap, mereka mendirikan jaringan keluarga serta komunitas nelayan yang masih bertahan sampai sekarang.
Berdasarkan aktivitasnya, menjadi nelayan yang berfokus pada pencarian dan perebutan ikan di lautan merupakan pekerjaan pokok bagi komunitas Lamalera.
Tradisi ini telah ditinggalkan turun-temurun oleh leluhur setelah zaman lampau; keistimewaan masyarakat pesisir Lamalera menjadi unik dibandingkan dengan para nelayan lainnya dan juga cukup jarang, yakni mereka fokus pada penangkapan ikan raksasa seperti paus.
Keunikan itu kemudian berubah menjadi warisan budaya yang dilestarikan sampai sekarang.
Masyarakat Lamalera tidak sekadar menangkap ikan paus tetapi mereka tunduk pada sejumlah peraturan tradisional yang sangat dipatuhi oleh komunitas Lamalera.
Dimulai dari pedoman pembuatan kapal yang digunakan untuk memancing ikan mas, hingga petunjuk penyimpanan perlengkapan penangkapan ikan baleine, serta langkah-langkah berlayar menuju lautan dan pemecahan hasil tangkapan.
Dalam petunjuk tersebut terdapat beberapa peraturan serta langkah-langkah yang wajib dipatuhi bersama-sama dengan hal-hal yang harus dijauhkan atau dilarang.
Tonton juga:
Saran penginapan yang berada di dekat Bandara Wunopito Lembata
Wisatawan, menemukan tempat penginapan di Lembata bisa jadi mudah-mudahan sulit.
Karena itu, warta update memiliki saran penginapan berupa hotel yang dapat dipilih.
Anda dapat menginap di salah satu hotel yang berlokasi dekat dengan Bandara Udara Wunopito Lembata.
Hotel di sekitar bandara ini akan sangat membantu ketika kamu bepergian untuk liburan, baik saat keberangkatan maupun kepulangan.
Berikut rekomendasinya:
1. Hotel Rejeki RedPartner
Lokasi: Jalan Rayuan Kelapa, Lewoleba Utara, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur
Kedekatan dengan bandara: sekitar 8 menit berkendara.
2. Chendrick Homestay
Lokasinya berada di Jalan Central Lewoleba, Nubatukan, Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Kemiripan dengan bandara sekitar 4 menit berkendara.
3. Olympic Hotel
Tempat: Jalan Trans Lembata, Lewoleba Utara, Nubatukan, Wilayah Lewoleba Tengah, Kecamatan Nubatukan, Regency of Lembata, East Nusa Tenggara
Kisaran jarak dari bandara adalah sekitar 8 menit perjalanan.
4. Hotel Lembata Indah
Tempat: Jalan Berdikari, Wilayah Utara Lewoleba, Distrik Nubatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kisaran jarak dari bandara adalah sekitar 7 menit perjalanan.
5. Hotel Palm Indah
Lokasinya adalah di Jalan Pasar Pada (Pasar Barat), wilayah utara Lewoleba, kecamatan Nubatukan, kabupaten Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kilometer jauhnya dari bandara adalah sekitar 14 menit berkendara.
(Pos-Kupang.com) (warta update/nurulintaniar)
Artikel ini sudah dipublikasikan di Pos-Kupung.com denganjudul
Pariwisata di NTT: Menjelajahi Cagar Budaya dan Penemuan Arkeologis Desa Tradisional Lamalera, Kabupaten Lembata – Nusa Tenggara Timur